Sabtu, 21 Januari 2017

Dewi Kunti Yang Selalu Berbahagia





Dewi Kunti adalah inspirasi bagi saya, walaupun hidupnya si Dewi Kunti ini di hindari oleh manusia, di kurung dengan kesepian, hanya waktu malam hari saja ia di izinkan keluar, ia jarang sekali menunjukan penderitaannya, apalagi membuat jumpa pers untuk mempublikasikan derita dirinya agar di ketahui oleh halayak umum, curhat melalui jejaring sosial, membuat status di wall menceritakan kesendiriannya, ia sama sekali tidak memerlukan itu semua, Dewi Kunti sudah berbahagia dengan deritanya, bahkan bukan tangisnya yang terkenal, justru malah tertawa khasnya  menjadikan ia melegenda.
Keteguhan hati yang menjadikan apapun bentuk bentuk derita yang di temuinya dijadikan bahan tertawa, cara berfikir yang benar dalam memaknai semua adegan kehidupan yang di saksikan sebagai tontonan yang harus diberikan sentuhan arti dengan kearifan, tidak ada derita, yang ada adalah bentuk kemesraan dengan Allah dan hambaNya, tidak ada kesenangan yang ditemuinya yang ada hanya ujian yang sedang berlangsung. Semuanya adalah permaianan semata dan pasti ada batas sebagai penanda game over kah? Atau akan berlanjut kepada level yang lebih tinggi lagi. 
Kesenangan dan penderitaan hanya bagian dari lelengkap urip, ibarat seperti garam di tengah tengah sayur asem yang di sajikan di sebuah mangkok, ketika kita memakannya bukan berarti kita bertujuan memakan garam., tapi bayangkan jika sayur asem tanpa garam, kalau kata bang Haji Rhoma “bagai taman tak berbunga.”
Derita itu penting, kesialan juga dibutuhkan, sakit di perlukan untuk mengukur ketangguhan diri kita dalam berkelana di kehidupan ini, puasa satu satunya ibadah mahdoh yang cukup memberikan penjelasan tentang arti derita ini, Allah memerintahkan perut kita lapar seharian sedangkan biasanya perut kita ini setiap hari terisi oleh berbagai macam makanan yang kita jejalkan begitu saja kedalam perut. Lapar itu ternyata baik, bahkan wanaqsim minnal amwali wa angfusi wa tsamarot adalah bagian indikator untuk menjadikan kita termasuk yang Allah sebutkan muhtadin, golongan muhtadin ini bisa kita ikut nimbrung didalamnya dengan syarat kekurangan dari berbagai bentuk aksesoris kemewahan hidup.
Kemarin ini saya mendengar kabar salah satu teman saya yang tinggal di kota serbang sana menderita struk, ia kemudian di rawat dirumah sakit, dan menjalani rawat inap, selidik punya selidik ternyata sakitnya disebabkan karena ia makan daging kambing, yang menyebabkan darah tinggi, setengah dari tubuhnya lumpuh total. Ternyata, semakin  perut ini sering di jejali oleh berbagai macam makanan semakin mudah di serang penyakit, tubuh akan lebih mudah merasa letih dan lemah,  jadi ternyata menderita itu adalah baik dan sangat menyehatkan untuk kesehatan jiwa dan raga.
Bisa jadi karena alasan inilah teman teman saya sering menertawai penderitaan yang sempat menghampirinya, mungkin baginya derita itu lucu, dan sangat menggemaskan, jadi salah besar jika ada orang yang dengan menderita bermuram durja, begitulah madzhab mereka, seharusnya apapun bentuk derita yang sempat mampir ditertawai supaya ia cepat berlalu. Kalau derita itu membuat kita gundah biasanya teman teman saya ini membacakan kalimat inna ma’al ushri yushro fa inna ma’al ushri yusro dan masih banyak lagi kalimat kalimat sakti yang lainnya, misalkan Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun “sesungguhnya penderitaan dan kesenangan ini milik Allah, dan akan kembali ke pada Allah.”
Kalau ngomongin kesengsaraan dan penderitaan memang tidak ada habisnya, dan sangat banyak refresnsi yang bisa di jadikan amsal dan ilmu karena lingkunan kita saja sebenarnya adalah derita yang terlahir dari kehancuran akhlak para pemimpin negeri ini. kebodohan yang tercipta dari sistem pendidikan yang di buat berdasarkan kepentingan sepihak, kelaparan dan kemsikinan yang menjadi pemandangan sehari sehari merupakan produk dari ketidak adilannya pemegang amanah negeri ini, tapi sudahlah tidak perlu di diskusikan lebih panjang lagi, toh mereka juga sudah mampu menimkati kehancuran kehancuran itu semuanya.

Karena di sekolahan, universitas, dan pesantren tidak di ajarkan jurus bagaimana melawan “derita” ini, atau memang tidak ada kalau mencari di lokasi tersebut. jadi memang harus mencari di tempat yang lain, mungkin adanya di lokasi pemakaman atau di hutan, dimana biasanya Dewi Kunti ini sering menampakan dirinya. Dewi Kunti adalah sosok demit yang tidak pernah merasakan kesedihan, ia hanya tertawa dan tertawa saja walaupun manusia menghindarinya. Saya pikir belajar dari apapun tidak salah asalkan berdampak manfaat untuk siapa saja yang bisa mengambil hikmahnya.
Load disqus comments

0 komentar